Bank Dunia mendesak agar seluruh negara di dunia tidak cepat-cepat menghentikan kebijakan pemberian stimulus, guna mendukung pertumbuhan perekonomian. Sebab, risiko kembali merosotnya perekonomian global dinilai masih membayangi. “Betul bahwa pemulihan ekonomi dunia sudah kelihatan, tapi dasar dari pemulihan tersebut masih cukup lemah,”ujar Ekonom Kepala Bank Dunia Justin Yifu Lin di sela-sela forum Global Korea 2010 yang digelar Seoul kemarin. Menurut dia, masih banyak ketidakpastian yang bisa menghadang laju pemulihan perekonomian global. Dia mengatakan, salah satu tantangan utama yang harus dihadapi adalah berlebihnya kapasitas produksi, dan akan meningkatkan risiko terjadinya resesi global kedua (double dip recession). Guna menghindari hal itu, negara-negara di seluruh dunia menurutnya perlu mempertahankan stimulus fiskalnya.
“Kami bisa mengubah krisis ini menjadi peluang untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan. Namun, hal itu penting, agar pemerintah memberikan stimulus bagi sejumlah bidang, seperti ekonomi hijau dan infrastruktur,” tutur Lin yang juga menjabat sebagai senior wakil presiden di Bank Dunia. Dia mengakui, stimulus Contact tersebut dalam jangka pendek memang dapat meningkatkan utang negara. Namun, menurut dia, dalam jangka panjang, pemerintah yang menyediakan stimulus akan dapat meningkatkan pendapatan negara, sekaligus menutup utangutangnya.
Sementara itu, Profesor dari Harvard University Kenneth Rogoff mengimbau dibentuknya keseragaman standar pengaturan pasar modal untuk menghindari krisis finansial di masa datang. Mantan kepala ekonom Dana Moneter Internasional (international monetary fund/IMF) itu menambahkan, setidaknya keseragaman itu dibutuhkan oleh lembaga-lembaga investasi berskala internasional yang beroperasi di banyak negara. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dalam forum yang sama mengatakan, dunia mampu bangkit dari resesi global secara lebih cepat berkat koordinasi kebijakan global yang dicetuskan oleh kelompok G-20.
Karena itu, dia berharap kerja sama antar negara-negara ekonomi maju terus digalang untuk mengurangi kesenjangan dengan negara-negara berkembang, demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan. Korea Selatan akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak G- 20 pada bulan November mendatang. Pertemuan puncak G-20 itu akan mendahului digelarnya pertemuan puncak Forum Kerja Sama Ekonomi Asia–Pasifik di Jepang.
Menteri Keuangan Korea Selatan Yoon Jeung-hyun menegaskan, isu regulasi bidang keuangan, ketidak seimbangan global, dan kesenjangan dengan negara-negara berkembang akan menjadi agenda yang dibahas mendalam pada pertemuan tersebut.
“Kami bisa mengubah krisis ini menjadi peluang untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan. Namun, hal itu penting, agar pemerintah memberikan stimulus bagi sejumlah bidang, seperti ekonomi hijau dan infrastruktur,” tutur Lin yang juga menjabat sebagai senior wakil presiden di Bank Dunia. Dia mengakui, stimulus Contact tersebut dalam jangka pendek memang dapat meningkatkan utang negara. Namun, menurut dia, dalam jangka panjang, pemerintah yang menyediakan stimulus akan dapat meningkatkan pendapatan negara, sekaligus menutup utangutangnya.
Sementara itu, Profesor dari Harvard University Kenneth Rogoff mengimbau dibentuknya keseragaman standar pengaturan pasar modal untuk menghindari krisis finansial di masa datang. Mantan kepala ekonom Dana Moneter Internasional (international monetary fund/IMF) itu menambahkan, setidaknya keseragaman itu dibutuhkan oleh lembaga-lembaga investasi berskala internasional yang beroperasi di banyak negara. Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak dalam forum yang sama mengatakan, dunia mampu bangkit dari resesi global secara lebih cepat berkat koordinasi kebijakan global yang dicetuskan oleh kelompok G-20.
Karena itu, dia berharap kerja sama antar negara-negara ekonomi maju terus digalang untuk mengurangi kesenjangan dengan negara-negara berkembang, demi tercapainya pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan. Korea Selatan akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak G- 20 pada bulan November mendatang. Pertemuan puncak G-20 itu akan mendahului digelarnya pertemuan puncak Forum Kerja Sama Ekonomi Asia–Pasifik di Jepang.
Menteri Keuangan Korea Selatan Yoon Jeung-hyun menegaskan, isu regulasi bidang keuangan, ketidak seimbangan global, dan kesenjangan dengan negara-negara berkembang akan menjadi agenda yang dibahas mendalam pada pertemuan tersebut.
0 Response to "Bank Dunia Desak Stimulus Dilanjutkan"
Post a Comment